Entah mengapa saya selalu merasa bulan April adalah bulan yang istimewa. Bulan yang identik dengan kaum perempuan. Ya, bukan rahasia lagi bahwa April identik dengan bulan Kartini. Ini karena setiap tanggal 21 April bangsa Indonesia umumnya memperingati hari kelahiran seorang perempuan bernama Raden Ajeng Kartini.
Kartini selalu di gaung-gaungkan sebagai pelopor emansipasi perempuan. Ia hidup dalam kungkungan tradisi Jawa yang ketat yang pada akhirnya membuat ia semakin tajam mengkritisi keadaan. Dicarinya sumber kebenaran sejati, hingga terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa pun di-pelajarinya, meski baru separuh jalan.
Judul bukunya Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang terinspirasi dari kekagumannya terhadap surat Al-Baqarah ayat 257: “Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang kafir pelindung-pelindung mereka ialah thaghut (setan), yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
“Dari Gelap menuju Cahaya” menjadi kalimat yang membekas kuat dalam diri Kartini. Ini menggerakkannya untuk tidak hanya ingin berbuat lewat surat melainkan juga dengan mendirikan sekolah bagi para perempuan. Namun takdir berkata lain, baru sebentar mempelajari Islam, Kartini wafat di usia yang masih belia, 25 tahun, saat ia melahirkan. Meski begitu, Kartini telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perempuan Indonesia. Teladan Khadijah Radhiyallahu ‘Anha Ada sesuatu yang menggelitik di sisi ruang batin saya.
Sebagai muslimah, saya merindukan sosok teladan, seorang perempuan sempurna yang mematut Islam secara sempurna pula. Ingatan saya melayang, menari-nari dan mencoba mencari-cari. Tiba-tiba saya tersentak, mata saya pun langsung terbuka lebar. Saya teringat seseorang yang sangat istimewa. Dialah Ibunda Khadijah RA, istri Rasulullah SAW, yang dalam satu hadits diriwayatkan dari Ali Radhiyallahu ‘Anhu : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik perempuan adalah Maryam binti Imran dan sebaik-baik perempuan juga adalah Khadijah binti Khuwailid.” (HR Bukhari dan Muslim).
Suatu hari, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah SAW yang tengah ber-uzlah di gua Hira’ dan berkata, “Wahai Rasulullah, sebentar lagi Khadijah akan membawakan makanan dan minuman untukmu. Kalau ia datang, sampaikan kepadanya salam dari Allah SWT dan dariku. Beritahu juga ia bahwa akan dibangun untuknya di surga sebuah rumah dari permata, tak ada hiruk pikuk dan rasa lelah di sana” (HR Bukhari dan Muslim).
Setelah Rasulullah menyampaikan salam tersebut kepada Khadijah RA, beliau berkata kepada Rasulullah SAW, “Allah SWT-lah pemelihara kedamaian dan sumber segala damai, salamku untuk Jibril.” Cara Khadijah RA menjawab salam itu pun menunjukkan keluasan pandangan dan kedalaman perasaan beliau. Jawaban beliau mengandung pengagungan terhadap Allah SWT yaitu do’a agar Allah SWT menganugerahkan kepadanya kedamaian dan keselamatan serta salam untuk Jibril yang telah menyampaikan kepadanya salam dari Allah SWT. Wahai Ibu, seorang perempuan yang langsung mendapat salam dari Allah SWT, pemilik alam semesta, dan dari malaikat, pastilah merupakan sosok perempuan yang sangat istimewa.
Lantas apa sesungguhnya keistimewaan Khadijah RA? Khadijah RA merupakan istri dan sahabat ideal yang setia mendampingi dan menghibur Rasulullah SAW dalam setiap kesulitan. Khadijah RA adalah pendukung utama dalam dakwah Islam. Khadijah RA memberikan semua yang ia miliki, baik harta, jiwa, maupun raga demi perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Bahkan Khadijah RA mampu membesarkan hati Rasulullah SAW ketika beliau sendiri tidak percaya dengan apa yang dialaminya, saat pertama kali menerima wahyu di gua Hira’.
Setelah menerima wahyu pertama, Rasulullah SAW pulang. Hatinya bergetar lalu beliau masuk rumah dan menemui Khadijah RA seraya berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!” Rasulullah SAW lantas menceritakan apa yang telah terjadi padanya, kemudian berkata, “Aku mengkhawatirkan diriku sendiri.” Khadijah RA berusaha menenangkan Rasulullah SAW hingga hilanglah rasa takut beliau, kemudian berkata, “Sekali-kali tidak, demi Allah, Dia tidak akan pernah membuat engkau susah dan bersedih selamanya. Engkau selalu menyambung tali silaturahim, berkata benar, menanggung beban orang-orang lemah, menafkahi orang yang tak punya, menyenangkan tamu, dan menolong orang yang ditimpa kesusahan dan musibah.”
Baca Buletin Selengkapnya di: https://docs.google.com/open?id=0B9OI7a75UcEgdTZyRVd4dUE5aVk
0 komentar:
Posting Komentar