Keblinger

Keblinger

Vol 2 Edisi 10 - Kubuka Hatiku Untuk Si Yatim

Minggu, 15 Juli 2012
Biidznillah, Allah pertemukan saya dengan seeorang yang banyak mengasuh anak yatim. Tidak ada maksud riya’, dia bertutur tentang bagaimana membesarkan beberapa anak yatim di rumahnya dari ketika mereka masih bayi.

Terbayang betapa Allah utamakan teman saya itu dengan kesempatan dan kemauan mengasuh anak yatim. Kallaa bal laa tukrimuunal yatiim, tersebut dalam surat Al Fajr 17, betapa seseorang menjadi mulia dengan amalan tersebut! Dari situlah saya mulai tersadar bahwa masih terlalu sedikit yang saya berikan untuk anak yatim.

Dalam Islam, anak yatim memiliki kedudukan istimewa. Ada pahala besar yang Allah janjikan bagi mereka yang mengurus anak yatim. Dalam satu riwayat Rasulullah SAW menegaskan : “Barang siapa diantara kaum muslimin yang menanggung makan dan minum anak yatim, maka Allah akan memberikan kecukupan penghidupan baginya, serta mengharuskan dia masuk surga kecuali bila dia melakukan dosa yang tidak terampuni”. (HR. Turmudzi).

Anak Yatim, siapa saja mereka?
Dalam kitab Al Yatim karya DR. Abdul Hamid As Suhaibani, definisi yatim adalah : “Seorang anak yang kehilangan ayahnya -karena meninggal- ketika ia belum baligh atau belum dewasa baik itu laki-laki atau perempuan .”

Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila :
  1. Ditinggal wafat ayahnya, adapun anak yang ditinggal wafat ibu atau yang lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggal karena perceraian suami istri.
  2. Ditinggal wafat ayahnya ketika masih dibawah usia baligh atau dewasa, dengan demikian bila ditinggal wafat ayahnya sesudah masa baligh maka tidaklah dikatakan anak yatim. Sosok ayah 

Mungkin tidak pernah terbayang oleh kita, tidak terpikirkan oleh anak-anak kita, kerinduan terhadap sosok seorang ayah yang dirasakan oleh anak-anak yatim. Mereka tidak pernah membayangkan sosok ayah seperti apa, karena mungkin memang tidak pernah tersimpan memori tentang ayah dalam pikiran mereka, karena masih terlalu belia untuk mengingat sosok sang ayah bahkan ada yang semenjak lahirpun sudah kehilangan ayahnya. 

Coba ibu bayangkan kisah (nyata) yang membekas dalam ingatan saya. Sore itu seorang pria bergegas melajukan kendarannya ke gang sempit tempat suatu panti asuhan. Dia ingin segera bertemu dengan seorang gadis mungil yang selalu terbayang di pelupuk mata. Dibawakannya sekotak donat kesukaanya yang juga siap untuk dibagikan ke penghuni panti asuhan lainnya.

Sesampainya di panti, si bapak bercengkrama dengan gadis kecil itu disertai dengan anak-anak lainnya. Sebelum waktu kunjungan berakhir, mendadak si gadis itu tertegun dan terdiam. Ada raut galau di guratan wajahnya. “Ada apa sayang? Bapak akan pamit ya, insya Allah bulan depan bapak akan datang lagi.” bujuk si bapak ini dengan memandang lekat ke muka gadis kecil itu. Namun dia tetap diam dan tak bergeming. 

Pelan mulai terlihat bulir-bulir bening di ujung matanya yang bulat berbulu lentik itu. “Lho kok nangis, ada apa?,” selidik si bapak ini semakin penasaran. Sambil sesenggukan si gadis itu mengucap, “Bo…. boleh nggak saya minta ke bapak…” “Minta apa sayang? Kotak pensil? Atau tas angry birds?,” tanya si bapak itu dengan cepat. 

Namun si gadis itu tetap bungkam dan hanya sesenggukan pelan yang terdengar. “Minta apa? Kok malah diam?,” tanya si bapak sekali lagi. “Eehmmm….boleh gak saya panggil ayah kepada bapak?. Tiap saya sekolah selalu diledekin teman-teman, kalau saya tidak punya ayah…” jawabnya lirih sambil sesekali menahan sesenggukan. Lirih suaranya, namun serasa geledek menyambar di atas kepala si bapak. ”Boleh gak aku panggil ayah.” begitu terngiang di telinga.


0 komentar:

Posting Komentar

 

salafudin. Diberdayakan oleh Blogger.


Copyright © Nurul Ilmi All Rights Reserved •